"IBU yang BAIK"???
Siang itu cuaca panas di Surabaya sangat terasa, dan memang musim kemarau telah datang kembali di kota pahlawan inim panas disini memang agak berbeda, bahkan disaat musim hujanpun apabila ada matahari terik, sinarnya sangat membakar bahkan tak jarang mahasiswa perantauan yang berubah warna kulitnya.
Setalah kuliah selesai kupastikan teman ku untuk pergi mencari makan, karena memang tidak biasa pergi kuliah dengan keadaan perut kosong tanpa sarapan nasi sebelumnya, dan cuaca bukanlah hal yang berarti karena kami tahu kalau terus diam dan menunggu panas nya mereda itu sama saja mengharap baranya mati namun adanorang yang dengan sengaja meniupi bara itu dan malah makin memerah. akhirnya dengan menaiki sepeda motor, kami bergegas mencari warung dengan suasana yang tepat dengen cuaca pada saat itu yang panas bahkan dengan kita menjemur pakaian basah, tidak ada waktu dua jam pun sudah bisa kering dengan sendirinya, dan akhirnya kita bersinggah di sebuah warung makan tak jauh dari kampus kita. dan singgahlah kami di warung itu. Suap demi suap nasi di piring dengan lauk yang sewajarnya anak kos, sayur sop yang membeludak airnya membuat ku makin nikmat dalam menyantap santapan siang itu, tahu kecap nya sungguh menggiurkan selera makan, dan makin lama makin lahap kuhabiskan nasi di hadapan ku itu. Keringat mengalir sungguh tidak terkira bukan hanya karena aku belum makan kala itu, tapi karena memang cuaca diluar waktu itu sangatlah panas dan membakar kulit. Alunan lagu dangdut menggambarkan sekali kalau ini memang warung tegal, tempat favorit anak kos untuk makan dan memenuhi hasrat perutnya. Sementara itu disamping ku temanku sedang asyik menelpon ibunya sambil menyantap makanannya, dan di samping lainnya ada dua orang mahasiswi yang juga sedang menyantap makanannya sambil berbicara tentang pria yang mereka kagumi. Suasana warung itu sungguh sangat panas, kipas kecil yang digantungkan di atap warung tersebut seolah hanya sebagai penghias saja, karena kurang efektifnya penggunaan kipas itu, namun naluri mahasiswa yang selalu lapar mengalahkan suasana itu semua. dan entah beberapa lama setelah itu, aku sungguh dikagetkan dengan kehadiran seorang ibu yang masih sangat bugar dan berpenampilan agak kumuh dengan pakaian nya yang menutupinya dari terik matahari ditambah topinya yang membuatnya seakan beliau adalah seorang musafir yang berjalan jauh dan sedang menepi untuk mengistirahatkan badannya itu,namun tidak lama setelah ibu itu berdiri di depan warung tegal ini, muncullah seorang anak dari belakang ibu itu berdiri, terlihat mukanya yang ceria menggambarkan sekali anak-anak memang tidak pernah punya rasa sedih, topi nya yang berwarna merah muda seakan menunjukan unsur kemanjaan si anak itu, namun entah beberapa saat anak itu menoleh ke ibunya dan ibunya menyuruhnya untuk 'beraksi' yaa mereka adalah pengemis, sangat dan sungguh disayangkan anak yang berumur kira-kira lima tahun ini harus melakukan pekerjaan seperti itu, hatiku sungguh miris namun apa yang bisa kulakukan? mereka memang terpaksa melakukan ini, tapi dengan kondisi ibu yang masih muda belia seperti itu, seharusnya kita bisa menanyakan balik kepada ibunya "apakah ibu tega mendidik anak agar besar nya menjadi pengemis seperti ini?" mengingat hal itu, aku teringat akan kisah hidupku dahulu, diwaktu kecil dulu, aku sangat bersemangat untuk bersekolah dan semangat itudisambut baik oleh orang tuaku sampai-sampai aku mengneyam bangku sekolah diusia yang cukup lebih muda dibanding yang lain, namun itulah fungsi orang tua sebenernya mereka memberi fasilitas dan kasih sayang kepada anaknya hingga suatu saat nanti diharapkan anak itu akan membawa sebuah kebanggan kepada orang tuanya. namun apa yang terjadi dengan ibu itu, lirikan mata nya menatap tajam kepada anaknya seakan memberi tanda alu anaknya itu harus meminta kepada semua pengunjung yang ada di warung itu, dan berapa kalipun anak nya menatap ke belakang, dan sesering itujuga ibunya memberi tatapan yang tajam seakan memaksa anaknya untuk terus meminta dan meminta lagi. gadis kecil yang lugu ini tidak tau apa-apa tentang kehidupan tapidia dipaksa orang tuanya untuk menghabiskan masa indahnya dengan melakukan pekerjaan seperti ini, tidak jarang tangan kecilnya itu menepuk-nepuk pelanggan yang ada diwarung itu, dengan maksud agar dibelas kasihani dan diberi uang dan lagi-lagi karena sikapnya yang masih lugu, gadis kecil ini hanya bisa menarik-narik kantung pelanggan warung itu, sambil berkata "kak minta kak, kak minta kak" suara lebut seorang bocah mengiris kuping ku, sungguh miris hati ku, "ibu macam apa yang tega seperti ini kepada anaknya?" fikir ku dalam hati, setelah ia dapatkan sedikit receh dari pelanggan yang ada di warung itu, ia pun bergegas menuju ke pelanggan yang lain dengan cara yang sama yaitu menepuk-nepuk pelanggan sambil berkata "kak minta kak" dan begitupun seterusnya sampai gadis ini meminta kepadaku, dan lagi-lagi aku teringat akan kejadian berita yang mengatakan bahwa pengemis dan gelandangan seperti mereka itu secara hukum dilarang untuk diberi uang, apapun itu kita harus menggikuti peraturan yang telah ditetapkan, bukan bermaksud untuk kikir atau pelit akan harta yang kita punya, namun berpikirlah panjang kalau kita terus memberi dan mereka merasa keenakan untuk mengemis dan menjadi pengemis pastinya mereka akan terus menjadi pengemis lagi dan lagi untuk esok dan esok nya lagi. aku putuskan untuk tidak memberi dan dengan berat hati ku katakan "maaf ya deek" mukanya yang lusuh itu-karena terlalu capek menengadahkan tangan untuk terus meminta dan meminta- membuat ku makin teringat dengan kebaikan ayah dan ibuku, sesusah apapun kita waktu itu, sesulit apapun kondisi nya mereka tidak pernah mau menyuruh kita untuk membanting tulang untuk menghidupi keluarga dan aku sangat bersyukur sekali bisa memiliki keluarga yang sederhana sehingga aku tahu bagaimana rasanya tidak makan dan bagaimana rasanya makan enak. tak lama setelah itu, gadis belia ini berpaling dariku dan segera menengadah kembali ke pelanggan yang ada tepat di samping kiri ku,dengan suara lirihnya dan dengan tarikan bajunya kali ini berhasil membuat dua mahasiswi disamping ku memberi sedikit dari uang jajan mereka, tak tega memang jika kita berbuat seperti itu, namun siap yang tidak kecewa dikala ada seorang ibu yang dengan sengaja memperkerjakan anak nya yang masih dibawah umur lima tahun, sungguh sangat kejam sementara itu ibu nya hanya berdiam diri menungguin anaknya bekerja, sungguh apakah ini yang namanya kerusakan moral?
Setalah kuliah selesai kupastikan teman ku untuk pergi mencari makan, karena memang tidak biasa pergi kuliah dengan keadaan perut kosong tanpa sarapan nasi sebelumnya, dan cuaca bukanlah hal yang berarti karena kami tahu kalau terus diam dan menunggu panas nya mereda itu sama saja mengharap baranya mati namun adanorang yang dengan sengaja meniupi bara itu dan malah makin memerah. akhirnya dengan menaiki sepeda motor, kami bergegas mencari warung dengan suasana yang tepat dengen cuaca pada saat itu yang panas bahkan dengan kita menjemur pakaian basah, tidak ada waktu dua jam pun sudah bisa kering dengan sendirinya, dan akhirnya kita bersinggah di sebuah warung makan tak jauh dari kampus kita. dan singgahlah kami di warung itu. Suap demi suap nasi di piring dengan lauk yang sewajarnya anak kos, sayur sop yang membeludak airnya membuat ku makin nikmat dalam menyantap santapan siang itu, tahu kecap nya sungguh menggiurkan selera makan, dan makin lama makin lahap kuhabiskan nasi di hadapan ku itu. Keringat mengalir sungguh tidak terkira bukan hanya karena aku belum makan kala itu, tapi karena memang cuaca diluar waktu itu sangatlah panas dan membakar kulit. Alunan lagu dangdut menggambarkan sekali kalau ini memang warung tegal, tempat favorit anak kos untuk makan dan memenuhi hasrat perutnya. Sementara itu disamping ku temanku sedang asyik menelpon ibunya sambil menyantap makanannya, dan di samping lainnya ada dua orang mahasiswi yang juga sedang menyantap makanannya sambil berbicara tentang pria yang mereka kagumi. Suasana warung itu sungguh sangat panas, kipas kecil yang digantungkan di atap warung tersebut seolah hanya sebagai penghias saja, karena kurang efektifnya penggunaan kipas itu, namun naluri mahasiswa yang selalu lapar mengalahkan suasana itu semua. dan entah beberapa lama setelah itu, aku sungguh dikagetkan dengan kehadiran seorang ibu yang masih sangat bugar dan berpenampilan agak kumuh dengan pakaian nya yang menutupinya dari terik matahari ditambah topinya yang membuatnya seakan beliau adalah seorang musafir yang berjalan jauh dan sedang menepi untuk mengistirahatkan badannya itu,namun tidak lama setelah ibu itu berdiri di depan warung tegal ini, muncullah seorang anak dari belakang ibu itu berdiri, terlihat mukanya yang ceria menggambarkan sekali anak-anak memang tidak pernah punya rasa sedih, topi nya yang berwarna merah muda seakan menunjukan unsur kemanjaan si anak itu, namun entah beberapa saat anak itu menoleh ke ibunya dan ibunya menyuruhnya untuk 'beraksi' yaa mereka adalah pengemis, sangat dan sungguh disayangkan anak yang berumur kira-kira lima tahun ini harus melakukan pekerjaan seperti itu, hatiku sungguh miris namun apa yang bisa kulakukan? mereka memang terpaksa melakukan ini, tapi dengan kondisi ibu yang masih muda belia seperti itu, seharusnya kita bisa menanyakan balik kepada ibunya "apakah ibu tega mendidik anak agar besar nya menjadi pengemis seperti ini?" mengingat hal itu, aku teringat akan kisah hidupku dahulu, diwaktu kecil dulu, aku sangat bersemangat untuk bersekolah dan semangat itudisambut baik oleh orang tuaku sampai-sampai aku mengneyam bangku sekolah diusia yang cukup lebih muda dibanding yang lain, namun itulah fungsi orang tua sebenernya mereka memberi fasilitas dan kasih sayang kepada anaknya hingga suatu saat nanti diharapkan anak itu akan membawa sebuah kebanggan kepada orang tuanya. namun apa yang terjadi dengan ibu itu, lirikan mata nya menatap tajam kepada anaknya seakan memberi tanda alu anaknya itu harus meminta kepada semua pengunjung yang ada di warung itu, dan berapa kalipun anak nya menatap ke belakang, dan sesering itujuga ibunya memberi tatapan yang tajam seakan memaksa anaknya untuk terus meminta dan meminta lagi. gadis kecil yang lugu ini tidak tau apa-apa tentang kehidupan tapidia dipaksa orang tuanya untuk menghabiskan masa indahnya dengan melakukan pekerjaan seperti ini, tidak jarang tangan kecilnya itu menepuk-nepuk pelanggan yang ada diwarung itu, dengan maksud agar dibelas kasihani dan diberi uang dan lagi-lagi karena sikapnya yang masih lugu, gadis kecil ini hanya bisa menarik-narik kantung pelanggan warung itu, sambil berkata "kak minta kak, kak minta kak" suara lebut seorang bocah mengiris kuping ku, sungguh miris hati ku, "ibu macam apa yang tega seperti ini kepada anaknya?" fikir ku dalam hati, setelah ia dapatkan sedikit receh dari pelanggan yang ada di warung itu, ia pun bergegas menuju ke pelanggan yang lain dengan cara yang sama yaitu menepuk-nepuk pelanggan sambil berkata "kak minta kak" dan begitupun seterusnya sampai gadis ini meminta kepadaku, dan lagi-lagi aku teringat akan kejadian berita yang mengatakan bahwa pengemis dan gelandangan seperti mereka itu secara hukum dilarang untuk diberi uang, apapun itu kita harus menggikuti peraturan yang telah ditetapkan, bukan bermaksud untuk kikir atau pelit akan harta yang kita punya, namun berpikirlah panjang kalau kita terus memberi dan mereka merasa keenakan untuk mengemis dan menjadi pengemis pastinya mereka akan terus menjadi pengemis lagi dan lagi untuk esok dan esok nya lagi. aku putuskan untuk tidak memberi dan dengan berat hati ku katakan "maaf ya deek" mukanya yang lusuh itu-karena terlalu capek menengadahkan tangan untuk terus meminta dan meminta- membuat ku makin teringat dengan kebaikan ayah dan ibuku, sesusah apapun kita waktu itu, sesulit apapun kondisi nya mereka tidak pernah mau menyuruh kita untuk membanting tulang untuk menghidupi keluarga dan aku sangat bersyukur sekali bisa memiliki keluarga yang sederhana sehingga aku tahu bagaimana rasanya tidak makan dan bagaimana rasanya makan enak. tak lama setelah itu, gadis belia ini berpaling dariku dan segera menengadah kembali ke pelanggan yang ada tepat di samping kiri ku,dengan suara lirihnya dan dengan tarikan bajunya kali ini berhasil membuat dua mahasiswi disamping ku memberi sedikit dari uang jajan mereka, tak tega memang jika kita berbuat seperti itu, namun siap yang tidak kecewa dikala ada seorang ibu yang dengan sengaja memperkerjakan anak nya yang masih dibawah umur lima tahun, sungguh sangat kejam sementara itu ibu nya hanya berdiam diri menungguin anaknya bekerja, sungguh apakah ini yang namanya kerusakan moral?
Komentar
Posting Komentar