Perkenalan awal


Namanya Jodoh, gak ada yang tahu ketemu dimana dan dalam kondisi apa ketemunya. Makanya usahakan setiap saat dalam kondisi baik yak. Buat cowo yang masih single, bawa sisir jangan lupa. Penampilan tuh dilihat awalnya sob, lo gak mau kan dapat jodoh yang gak jago dandan. Karena berpenampilan baik dan indah juga Sunnah, makanya lo harus tetep keren.

Eits, gue gak bilang gue keren. Buktinya diizinkan nikah dari umur 22 gue harus nunggu setahun dulu. Buat lo yang ngerasa dikaruiai kegantengan dan ketampanan (gue bisikin ya) itu gak terbukti men, sebelum lo punya gandengan yang halal. (haha, astagfirullah gue gak mau sombong).
Sama kaya gue yang gak tau ketemu jodohnya dimana. Sebagai supervisor (Spv) salah satu beasiswa (Beastudi Etos –Chapter, Surabaya) gue ada agenda rutin setiap tahun, Rapat Kerja Nasional (sayangnya tempatnya gak enak buat gue, Bogor). Sebagai anak Jakarta, gue berharap tempatnya gak di Surabaya, gak di Pulau Jawa dah. Biar bisa halan-halan. Tapi gue gak dapat itu.
Gue dapat yang lainnya, dia adalah temen gue sebenernya. Namanya Salman, Supervisor Etos Semarang, sebenernya gue gak homo sih. Tapi istri gue temennya dia, gue juga gak mau ceritain si Salman juga sih, (kalau kalian mau dia masih kosong lho). Kembali ke topik nih. Cabi (calom bini) gue, dulu badannya tidak segini, sekarang sudah tumbuh dewasa (pakai nada scott emulsion, tahu gak lo?)
Bandara Soekarno-Hatta jadi saksinya. Pertemuan pertama gue sama dia dengan sebatas senyum tersungging di bibir masing-masing. Gue gak berharap apa-apa dulu. Cuma tahu, dia sudah dewasa dan pembawaannya beda. Mature banget. Gue? Kaya bocil yang gak bisa diem yang kerjaannya sok keren. Ah, bagaikan ayam kata merindukan kerupuk yang digantung untuk lomba 17-an. Hiks.
Seiring berjalannya rapat kerja nasional di Bogor ter(maaf gue haru bohong) cintah, dengan itu juga gue lupa dengan pertemuan pertama. Maklum, judulnya aja rapat kerja, isinya nguli banget. Rapat sampai jam 1 atau setengah 2, bangun lagi jam 4an, begitu seterusnya selama kurang lebih 3 harian. Eneg bin mual dibuatnya. Sampai tak tersisa perasaan untuk ditumbuhkan (syeileh). Alhasil bubarlah rakernas tanpa menyisakan apa-apa kecuali persaudaraan yang baru (juga setidaknya gue tahu ada potensi target jodoh, astagfirullah).
Sekembali dari Bogor, banyak tugas dan PR yang diberikan. Terutama tentang rencana Surabaya menjadi tuan rumah pertemuan nasional awardee etos angkatan 2015. Well, PR berat buat gue yang jadi coordinator daerah sekaligus juga coordinator Spv lainnya.
Allah selalu punya jalan ya? Ya pasti lah, cuma kitanya aja hamba-Nya yang kadang sengak dan sombong untuk sok-sokan nyari jalan itu. Padahal kan tugas kita hanya untuk memohon sama Allah agar diberi petunjuk. Sama kaya gue yang memohon diberi petunjuk, yang mana yang terbaik untuk dijadikan pasangan hidup.
Sepekan sebelum acara pertemuan nasional awardee etos, semua Spv nusantara menghubungi gue. Ya, namanya coordinator harus siap lah dengan segala konsekuensinya. Mulai dari Aceh, Medan, Padang, Bogor, Jakarta, Bandung, Yogya, Malang, , Samarinda, Makassar, Ambon, juga Semarang, iya Semarang.  Semua terhubung lagi jadi satu.
Tiba-tiba ada pesan masuk dari salah satu Spv Etos Semarang, bilang kalau nanti ada pengganti yang akan gantikan dia untuk nemenin adek-adek etos. Doi ini Salman, yang tadi gue bilang. Doi ada matrikulasi di kampusnya untuk persiapan S2nya. Terus yang gantiin?
Dari sini mulailah ceritanya.
Si Spv : “Assalamualaikum akh, ane yang gantiin Salman. Hari ini perjalanan menuju Surabaya bareng adek-adek Etos Semarang. Nanti bisa numpang menginap di arama?”  (Maklum ya, kan dia orang baik-baik, makanya mulainya dengan sebutan akh (akhi = saudara untuk laki-laki)
Gue : “ Oh bisa, jam berapa sampainya. Biar dijemput adek-adek aja nanti”.
Dan percakapan pun selesai dengan keputusan-keputusan tertentu. Selesai dan bertemulah semua etoser dari titik awal pemberangkatan Surabaya menuju Pasuruan (karena acaranya di dua titik). Waktu itu ada 4 wilayah yang berangkat dari Surabaya, Bandung, Jogja, Semarang, dan Surabaya itu sendiri. Para bocah-bocah mah santai aja ketemu sama temennya. Gue yang deg-deg ser. Kok Qodarullah ketemu lagi sama si Mbak.
Bocil Etos Surabaya : “ Mas, mbak e cakep ya Mas?”
Gue : “ Awakmu lulus o disik tekan etos, engko mikirin akhwat le” (dengan logat gue yang Jakartanian, dan Boso Jowo yang very apprehensively (mencemaskan).
Iya, si mbak itu ketemu lagi di Surabaya. Dia adalah penggantinya Salman, dan buat gue itu adalah sebuah (apa ya?) udah lah gue mau focus acara ini sampai selesai. Karena ini adalah tanggung jawab terakhir sebelum resign, dan gue akan lakuin yang terbaik. 

Pertemuan itu sejatinya sama dengan pertemuan-pertemuan lainnya. Hanya saja kita gak pernah tahu, Allah menuliskan scenario yang bagaimana untuk masa depan kita. (ceritanya gue mau bijak). Pun halnya dengan gue yang kenal dengan si embak, sampai akhirnya gue juga lupa lagi karena seiring kesibukan pribadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selera

first publish :D